Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami, menegaskan bahwa menjamin akses pendidikan yang adil dan merata merupakan salah satu aspek krusial dalam permasalahan pendidikan di Indonesia. Dalam pernyataan yang diterima di Jakarta pada hari Jumat, Amich Alhumami menyampaikan bahwa diskusi mengenai pendidikan harus dimulai dari isu-isu fundamental dalam sektor pendidikan, yaitu pemerataan dan kualitas pendidikan. Hal ini mencakup pentingnya memastikan akses pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat serta menjaga kualitas pendidikan yang mampu mengoptimalkan potensi peserta didik. "Permasalahan pendidikan di Indonesia berkaitan dengan pelayanan pendidikan. Terdapat kesenjangan yang signifikan dalam tingkat kelulusan pendidikan. Sebagai ilustrasi, pada tingkat SD/MI/MTS, tingkat kelulusan peserta didik mencapai 93 persen. Namun, tantangan yang lebih besar muncul pada pendidikan SMA, di mana hanya sekitar 86,7 persen yang berhasil lulus," ujarnya dalam program Maarif House pada 15 Agustus 2024. Amich menjelaskan bahwa kualitas guru masih tergolong rendah dan belum terdapat standar yang jelas dalam proses perekrutan guru. Hal ini terlihat dari fakta bahwa sekolah atau dinas pendidikan tidak memiliki pedoman yang tegas dalam melaksanakan rekrutmen guru. Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Mendikbudristek Bidang Hubungan Kelembagaan dan Masyarakat, Adlin Sila, menekankan pentingnya peran guru dalam sistem pendidikan. Ia menyatakan bahwa guru seharusnya berfungsi sebagai pelatih atau penggerak, sehingga dapat mengoptimalkan potensi siswa. "Pusat pendidikan tidak hanya bergantung pada guru, tetapi juga harus memperhatikan partisipasi aktif dari siswa," ungkap Adlin. Adlin juga menambahkan bahwa diversifikasi dalam pembelajaran sangatlah krusial. Orientasi pendidikan tidak seharusnya terikat pada target-target yang ditetapkan secara kaku di awal, karena pola pikir semacam itu menjadi salah satu penyebab banyaknya kelas akselerasi yang dibubarkan. Konsep drilling atau penekanan pada target secara rigid, menurut pandangannya, tidak sejalan dengan prinsip Sekolah Merdeka. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Maarif Institute, Andar Nubowo, mengungkapkan bahwa sistem pendidikan di Prancis memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan Higher Order Level of Thinking (HOTS). HOTS diajarkan melalui mata pelajaran filsafat, yang di tingkat SMA diujikan pada level nasional. Selain filsafat, dua mata pelajaran lainnya yang diajarkan dan diujikan di Prancis adalah Bahasa Prancis dan matematika.