Dalam upaya mempercepat pengentasan kemiskinan, Kementerian Sosial akan mendirikan sekolah rakyat yang mencakup semua jenjang pendidikan dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Semua biaya pendidikan, termasuk seragam, makanan, dan akomodasi lainnya, akan sepenuhnya ditanggung oleh negara. Sekitar 1000 siswa dari kalangan kurang mampu akan ditempatkan di asrama. Sekolah rakyat ini, yang dianggarkan sebesar Rp 100 miliar per satuan pendidikan, direncanakan akan dimulai pada Juli 2025. Kehadiran pemerintah pusat dalam sekolah rakyat menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo mulai bereksperimen dengan menggabungkan ideologi sosialisme dan kapitalisme dalam sektor pendidikan. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah pendekatan ini efektif dalam mengatasi kemiskinan? Peran Negara dan Janji Politik Dalam konstitusi, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin hak pendidikan bagi warga negara. Selain itu, alokasi 20% untuk pendidikan secara tegas dinyatakan dalam konstitusi. Di sisi lain, negara juga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diperkenalkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan agar masyarakat dapat berperan aktif dalam satuan pendidikan, sehingga semua sekolah di seluruh daerah dapat menjadi berkualitas melalui partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan, program, dan pembiayaannya. Dari sudut pandang regulasi, karakteristik ideologi kapitalisme dapat diamati melalui pembagian tanggung jawab. Negara memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, baik dalam hal pendanaan maupun dalam pengelolaan sekolah yang berada di bawah yayasan sebagai lembaga penyelenggara pendidikan. Terdapat 57.000 sekolah swasta di Indonesia yang mencakup jenjang pendidikan dasar hingga menengah, sedangkan untuk perguruan tinggi jumlahnya mencapai 2982. Angka ini menunjukkan bahwa sekolah menengah swasta, seperti SMA dan SMK, lebih banyak dibandingkan dengan yang dikelola oleh negara. Hal yang sama juga berlaku untuk perguruan tinggi, di mana 95,97% dari total perguruan tinggi di Indonesia dikelola oleh pihak swasta. Dengan melihat proporsi ini, tampak bahwa negara mengalami keterbatasan dalam melaksanakan amanah konstitusi. Ketika sekolah dikelola oleh masyarakat (swasta), pemerintah hanya memberikan insentif yang terbatas, seperti Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) atau Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) yang diterapkan di Jawa Barat, yang mencerminkan ciri ideologi kapitalisme dalam pengelolaan pendidikan. Regulasi tidak secara eksplisit menyebutkan tentang pendidikan gratis. Hal ini lebih merupakan janji politik untuk kepentingan pemilihan, mulai dari kampanye bupati/walikota, gubernur, hingga presiden. Kampanye mengenai pendidikan gratis ini, dalam praktiknya, menurunkan biaya operasional ideal yang dikelola oleh satuan pendidikan melalui SPP. Dalam skema SPP, biaya operasional per siswa per tahun dapat mencapai sekitar Rp 12 juta, sedangkan dengan alokasi BOSP, hanya berkisar antara Rp 900 ribu hingga Rp 3 juta. Jelas sekali, terdapat kesenjangan biaya yang cukup signifikan, yang tentunya berdampak pada kualitas pendidikan yang dihasilkan. Di tingkat perguruan tinggi, praktik ideologi kapitalisme terlihat dalam penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Siswa yang memiliki kemampuan finansial dapat dengan bebas memilih program studi yang diminati, sementara siswa yang kurang mampu lebih terbatas dan mengalami kesulitan dalam mengakses program studi teknik atau kedokteran yang relatif lebih mahal dibandingkan program studi humaniora.