Wikimedia Commons

Kisah Japan Air Lines 123: Mengetahui Pesawat Akan Jatuh, Penumpang Meninggalkan Surat Perpisahan, 520 Nyawa Melayang

Selasa, 13 Mei 2025

Japan Air Lines 123 mengalami kecelakaan di daerah pegunungan Prefektur Gunma, Jepang pada 12 Agustus 1985, yang mengakibatkan 520 dari 524 penumpang di dalam pesawat kehilangan nyawa. Pada saat itu, Japan Air Lines 123 sedang dalam perjalanan dari Bandara Haneda, Tokyo menuju Bandara Itami, Osaka. Menyadari bahwa pesawat Boeing 747 yang mereka tumpangi akan mengalami kecelakaan, beberapa penumpang mengambil waktu untuk menulis surat perpisahan. Dikutip dari BBC (18/8/2015), Japan Air Lines (atau Japan Airlines) mendirikan sebuah museum yang didedikasikan untuk tragedi tersebut pada bulan April 2006. Museum ini menyimpan surat-surat yang ditulis oleh penumpang untuk orang-orang tercinta, puing-puing pesawat, serta perpustakaan keselamatan penerbangan. Sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan peristiwa tersebut, seluruh staf maskapai diwajibkan untuk mengunjungi museum ini. Kronologi tragedi Japan Air Lines 123 diceritakan oleh Profesor Graham Braithwaite, seorang ahli investigasi keselamatan dan kecelakaan dari Cranfield University, pada tahun 2015. Kronologi dimulai ketika Japan Air Lines 123 yang mengangkut 524 orang lepas landas dari Tokyo. Namun, saat dalam perjalanan menuju Osaka, pesawat yang dilengkapi dengan empat mesin jet tersebut mengalami masalah. Sekat kedap udara antara kabin dan ekor pesawat robek, yang menyebabkan perubahan tekanan yang mengakibatkan stabilisator vertikal atau sirip ekor terhempas. Hal ini juga merusak sistem hidrolik. Akibatnya, pesawat Boeing 747 tersebut meluncur naik turun di udara.

Awak pesawat dengan berani berjuang selama lebih dari tiga puluh menit," kata Braithwaite. Namun, ketika pesawat mencapai ketinggian 13.500 kaki, awak pesawat melaporkan kehilangan kendali. Akhirnya, pesawat berbadan lebar itu memulai penurunan tajam untuk terakhir kalinya.

"Mereka terbang di atas daerah yang cukup bergunung-gunung," jelas Braithwaite. Sayap pesawat kemudian menabrak punggung bukit. Setelah itu, pesawat menabrak bukit kedua, terbalik dan jatuh dalam posisi telentang. Total waktu yang berlalu dari dekompresi hingga jatuhnya pesawat adalah sekitar 32 menit. Dalam waktu tersebut, beberapa penumpang yang menyadari nasib mereka sempat menulis surat perpisahan untuk keluarga tercinta, meninggalkan jejak terakhir sebelum tragedi terjadi.

Penyebab kecelakaan Japan Air Lines 123 Para penyelidik menyimpulkan bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh kesalahan dalam pekerjaan perbaikan setelah ekor pesawat menghantam landasan pacu tujuh tahun sebelumnya. Kerusakan tersebut seharusnya diperbaiki dengan satu pelat dan tiga baris paku keling. Namun, para insinyur Boeing menggunakan dua pelat terpisah, satu dengan dua baris paku keling dan satu lagi dengan satu paku keling. Japan Airlines juga dinyatakan gagal mendeteksi kerusakan tersebut hingga akhirnya menyebabkan kecelakaan.

Penumpang sempat mengabadikan momen sebelum tragedi. Satu keluarga yang terdiri dari Satoshi Ogawa, Masako Ogawa, dan anak mereka, Chisako Ogawa, menjadi korban dalam tragedi Japan Air Lines 123. Keluarga tersebut sedang dalam perjalanan pulang ke Osaka setelah berlibur di Tokyo Disneyland. Sementara itu, anak mereka yang lain, Ryoichi Ogawa, tidak ikut dalam liburan tersebut. Menurut laporan dari The Asahi Shimbun (13/8/2020), tim penyelamat menemukan kamera dan barang-barang pribadi milik keluarga Ogawa di reruntuhan pesawat. Tim penyelamat memerlukan waktu sekitar satu minggu untuk menemukan ketiganya. "Saya sangat tegang. Sejujurnya, saya tidak merasakan kesedihan," ungkap Ryoichi Ogawa, mengenang hari-hari yang dihabiskan menunggu kabar keluarganya setelah insiden tersebut. "Saya tidak ingat banyak menangis," tambahnya. Kamera tersebut menyimpan foto-foto keluarga Ogawa yang diambil di dalam pesawat sebelum insiden terjadi.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.