Kanker kolorektal, yang mencakup kanker usus besar dan rektum, sebelumnya sering diasosiasikan dengan usia lanjut, namun dalam beberapa tahun terakhir, pola ini mulai berubah. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, terdapat peningkatan kasus kanker kolorektal pada individu yang lebih muda. Bahkan, tidak jarang penyakit ini menyerang orang yang baru berusia 20-an atau 30-an. Hal ini menimbulkan kekhawatiran baru, mengingat generasi muda cenderung belum menganggap serius penyakit ini. Banyak yang merasa bahwa masih terlalu dini untuk memikirkan kanker, terutama kanker usus besar. Padahal, gaya hidup modern yang tinggi lemak, rendah serat, penuh stres, dan minim aktivitas fisik menjadi faktor utama yang mendorong munculnya kanker ini di usia muda. Dalam rilis pers yang diterbitkan pada hari Selasa, terdapat lima hal penting yang perlu diketahui tentang kanker kolorektal, mulai dari statistik kasus, penyebab, gejala, hingga pentingnya deteksi dini. Dr. Zee Ying Kiat, Konsultan Senior bidang Onkologi Medis dari Parkway Cancer Centre, Singapura, memberikan panduan sebagai berikut: Pertama, jumlah penderita di usia muda terus meningkat. Berdasarkan data dari Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, kanker ini menempati peringkat keempat dalam jenis kanker terbanyak di Indonesia, dengan 34.189 kasus baru tercatat pada tahun tersebut. Meskipun selama ini kanker kolorektal lebih banyak menyerang individu berusia di atas 50 tahun, tren terkini menunjukkan bahwa penyakit ini juga semakin banyak ditemukan pada kelompok usia yang lebih muda. Data dari International Agency for Research on Cancer (IARC) mencatat bahwa pada tahun 2022, dari sekitar 25.000 kasus kanker kolorektal di Indonesia, sekitar 1.400 pasien berusia di bawah 40 tahun, termasuk 446 kasus pada rentang usia 20 hingga 29 tahun. Sekitar satu dari dua puluh pasien kanker kolorektal di Indonesia saat ini berasal dari generasi muda. Temuan ini menunjukkan bahwa pandangan lama yang menyatakan kanker usus besar hanya menyerang orang tua sudah tidak relevan lagi. "Kanker kolorektal tidak lagi dapat dianggap sebagai penyakit yang hanya menyerang orang tua. Generasi muda kini juga berisiko, dan hal ini harus menjadi perhatian kita bersama," kata Dr. Zee. Selain itu, gaya hidup modern berkontribusi besar terhadap peningkatan penyakit ini. Meskipun faktor genetik memiliki peran yang signifikan dalam munculnya kanker kolorektal di kalangan generasi muda, perubahan pola hidup saat ini menjadi penyebab utama meningkatnya kasus di usia muda. Pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi makanan ultra-proses dan olahan, kebiasaan merokok, serta konsumsi alkohol merupakan kombinasi yang diyakini mempercepat proses peradangan dalam saluran pencernaan, yang dalam jangka panjang dapat memicu pertumbuhan sel abnormal. Selanjutnya, gejala penyakit ini sering kali diabaikan. Menurut Dr. Zee, kanker kolorektal berkembang dari polip, pertumbuhan kecil yang awalnya jinak di lapisan usus besar atau rektum yang dapat berubah menjadi kanker seiring waktu. Tantangan utama adalah bahwa gejala awal sering kali tidak spesifik, bahkan banyak pasien kanker yang terdiagnosis tanpa menunjukkan gejala apapun. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai sebagai tanda awal adalah perubahan pola buang air besar, baik konstipasi maupun diare yang berkepanjangan, adanya darah dalam feses, rasa nyeri yang membuat perut tidak nyaman, atau penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. "Gejala-gejala tersebut tidak otomatis berarti kanker, tetapi jika terus berulang, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan ke dokter," tambahnya. Keempat, pentingnya deteksi dini. Kolonoskopi merupakan metode utama untuk mendeteksi kanker kolorektal. Di Amerika Serikat, usia untuk melakukan skrining telah diturunkan dari 50 menjadi 45 tahun akibat meningkatnya jumlah kasus pada individu yang lebih muda. Jika dilakukan saat kondisi tubuh masih sehat, kolonoskopi tidak hanya dapat mendeteksi kanker, tetapi juga mampu mengangkat polip atau jaringan abnormal sebelum berkembang menjadi kanker. Kelima, penanganan yang terintegrasi dapat meningkatkan harapan hidup. Penanganan kanker kolorektal tidak dapat bergantung pada satu spesialis saja. Dokter bedah, onkolog, ahli patologi, radiolog, serta ahli gizi dan konselor harus berkolaborasi untuk merancang strategi yang sesuai bagi setiap pasien. Operasi tetap menjadi langkah utama, terutama untuk mengangkat bagian usus yang terpengaruh. Namun, karena sel kanker dapat menyebar dalam ukuran mikroskopik, pasien sering kali memerlukan kemoterapi setelah operasi. Pengobatan juga dapat dilanjutkan dengan radioterapi atau terapi target, tergantung pada stadium penyakit dan karakteristik tumor. Dalam dekade terakhir, kemajuan teknologi seperti pemprofilan genetik memungkinkan dokter untuk menyesuaikan pengobatan dengan lebih spesifik sesuai dengan profil genetik masing-masing pasien. Lalu, bagaimana dengan harapan hidup penderita? Tingkat keberhasilan pengobatan dan harapan hidup pasien sangat tergantung pada stadium saat kanker terdeteksi. Jika ditemukan pada stadium I, angka harapan hidup lima tahun dapat mencapai lebih dari 90 persen. Pada stadium II, angka ini sedikit menurun menjadi sekitar 70 hingga 75 persen. Untuk stadium III, peluang bertahan hidup lima tahun berada di kisaran 50 hingga 60 persen. Namun, pada tahap IV, di mana kanker telah menyebar ke organ lain, angka harapan hidup menurun drastis menjadi hanya sekitar 10 hingga 15 persen. Berkat kemajuan dalam pengobatan yang lebih terpersonalisasi, angka harapan hidup kini dapat meningkat hingga sekitar 30 persen pada beberapa pasien. "Banyak pasien dan keluarga beranggapan bahwa kanker stadium lanjut adalah vonis mati. Namun, dengan penanganan yang tepat dan pendekatan multidisipliner, peluang untuk sembuh tetap ada, bahkan pada stadium lanjut," ujarnya. Di tengah meningkatnya ancaman kanker kolorektal di kalangan generasi muda, menjaga gaya hidup sehat dan meningkatkan kesadaran untuk melakukan skrining dini menjadi langkah penting yang tidak boleh diabaikan. Dengan perubahan pola hidup yang sederhana dan pemeriksaan rutin, risiko kanker kolorektal dapat diminimalkan, dan peluang kesembuhan pun semakin meningkat.