Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa pernikahan di usia dini merupakan salah satu faktor penyebab stunting di Indonesia. "Hampir dapat dipastikan bahwa jika anak bapak ibu menikah sebelum mencapai usia 19 tahun, itu disebut sebagai pernikahan dini. Menurut para dokter, pernikahan dini memiliki kemungkinan hampir 90 persen menyebabkan stunting," ujarnya di Kota Ba’a, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT, pada hari Senin. Pernyataan ini disampaikannya saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran layanan Keluarga Berencana (KB) secara serentak untuk daerah-daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) di Kabupaten Rote Ndao. Wihaji menambahkan, usia di bawah 19 tahun belum dianggap layak untuk menikah, karena kesiapan sel telur dan ovum menurut para dokter memiliki potensi yang sangat tinggi untuk menyebabkan stunting. Sesuai dengan UUD, syarat bagi seorang wanita untuk menikah adalah berusia 19 tahun, namun disarankan untuk menunggu hingga usia 21 tahun agar segala sesuatunya sudah siap. ‘Apabila hal ini diikuti, maka stunting dapat ditangani,” ujarnya. Dia menegaskan, pemerintah tidak melarang setiap warga negara Indonesia untuk menikah, tetapi ingin memastikan bahwa anak yang lahir dari pernikahan tersebut dalam keadaan sehat. Wihaji menyatakan, di Rote Ndao, masih terdapat wanita yang menikah pada usia 15 tahun. Kondisi ini perlu dicegah. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan menerapkan program Keluarga Berencana (KB) melalui metode atau pendekatan kontrasepsi. Kedatangan Mendukbangga/Kepala BKKBN ke Rote Ndao bertujuan untuk melihat secara langsung keluarga yang berisiko mengalami stunting di daerah tersebut. Dia juga membagikan nutrisi dari mitra BKKBN kepada masyarakat, membangun jamban dan fasilitas sanitasi, membuat sumur bor, serta merenovasi rumah yang tidak layak huni.